Selasa, 27 November 2012

BUKIT PENAMPIHAN







Bukit Penampihan terletak dikaki perbukitan lereng Gtnung Wilis bagian selatan tepatnya di Desa Geger Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung.
Dari pusat kota menuju lereng Gunung Wilis butuh waktu tak kurang dari 40 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor.

 Di daerah ini banyak peninggalan situs-situ sejarah purbakala, diantaranya adalah Candi Penampihan yang lebih dikenal dengan nama Candi Asmoro Bangun. Merupakan candi Hindu kuno peninggalan kerajaan Mataram kuno, dibangun pada tahun saka 820 atau 898 Masehi. Arti penampihan itu sendiri konon berasal dari Bahasa Jawa yang berarti antara penolakan dan penerimaan yang bersyarat demikian tafsirnya.

Candi penampihan merupakan candi pemujaan dengan tiga tahapan (teras) yang dipersembahkan untuk memuja Dewa Siwa, dimana konon peresmian candi ini dengan mengadakan pagelaran Wayang (ringgit). Selanjutnya era demi era pergolakan perebutan kekuasaan dan politik di tanah jawa berganti mulai dari kerajaan Mataram Kuno, Kediri, Singosari, hingga Majapahit sekitar abad 9-14 M, candi ini terus digunakan untuk memuja Dewata, Sang Hyang Wenang.
Didalam kompleks Candi terdapat beberapa Arca yaitu arca Siwa dan Dwarapala, tetapi karena ulah Manusia yang tidak mencintai dan menghargai Heritage dan legacy dari nenek moyang beberapa arca telah hilang dan rusak. Untuk mengamankan beberapa arca yang tersisa yaitu arca siwa sekarang diletakan di museum situs Purbakala Majapahit Trowulan Jawa timur.
Selain Arca terdapat sebuah prasasti kuno yaitu Prasasti Tinulat tertulis dengan menggunakan huruf Pallawa dengan stempel berbentuk lingkaran dibagian atas prasasti. Berdasarkan Penuturan Bu Winarti umur 44 Tahun, juru kunci Candi Penampihan, Prasasti itu berkisah tentang
Nama-nama raja Balitung, serta seorang yang bernama Mahesa lalatan, namun sayang tidak ada catatan sejarah maupun prasasti lain yang bisa menguak keberadaannya. Serta seorang putri yang konon bernama Putri Kilisuci dari Kerajaan Kediri. Selain menyebutkan nama, prasasti itu juga memberikan informasi tentang Catur Asrama yaitu sistem sosial masyarakat era itu dimana pengklasifikasian masyarakat (stratifikasi ) berdasarkan kasta dalam agama Hindu yaitu Brahmana, satria, Vaisya dan Sudra. Di prasasti tersebut tercatat juga nama Wilis yang kemudian dikenal menjadi nama gunung ini. Wilis sendiri artinya hijau, subur.

Dalam Tutur Tinular original karya S. Tidjab, di Bukit Penampihan inilah kemudian ibunda Sakawuni yang bernama Ayu Pupu, anak Ki Sughata Brahma menetap. Meninggalkan Desa Tanibala setelah sebelumnya tidak sanggup menanggung malu karena melahirkan anaknya, Sakawuni, tanpa status suami yang sah, dari hubungan asmaranya dengan salah satu perwira Singhasari yang bernama Banyak Kapuk. Ayu Pupu kemudian belajar ilmu pengobatan dan mengubah namanya menjadi Dewi Tunjung Biru. Ia kemudian juga menampung banyak para wanita yang khusus disakiti kaum laki-laki dan dijadikan muridnya.

Dewi Tunjung Biru sangat ahli dibidang pengobatan, terutama bagi ornag yang luka dalam dan terkena pukulan beracun. Salahsatu orang yang pernah diselamatkan dengan Bunga Tunjung Biru yang dimilikinya adalah Arya Kamandanu, menyusul kemudian Sakawuni sendiri yang terkena pukulan beracun Aji Tapak Wisa milik Dewi Sambi. Namun ia gagal mengobati Banyak Kapuk yg pada akhirnya bisa dipertemukan kembali oleh Sakawuni dan Kamandanu, yang kala itu dalam keadaan luka parah, juga karena pukulan Tapak Wisa Dewi Sambi.

(Dirangkum dari berbagai sumber)

Keterangan Gambar :
1. Bukit Penampihan
2. Candi Penampihan (Candi Asmoro Bangun)
3. Prasasti Tinulat


 (Lihat cerita asli Tutur Tinular karya S.Tidjab di Facebook: http://facebook.com/Tutur.Tinular.Versi.2011.Indosiar)

2 komentar:

  1. Jadi ingat masa kecil dengarkan pedang naga Puspa. Www.sarikurmaajwa.com Sehat lebih lama

    BalasHapus
  2. Jadi ingat masa kecil dengarkan pedang naga Puspa. Www.sarikurmaajwa.com Sehat lebih lama

    BalasHapus